SLIDE1

Saatnya Menghindar Diri dari Keranjingan Game COC

 

Jika seseorang mau membaca Al-Quran 3 juz saja, maka dalam 3 bulan ia akan sangat mudah untuk bisa menghafalkannya.


SUATU hari seorang sahabat pernah datang ke sebuah kios jasa pengiriman di bilangan Ciputat Tangerang Selatan. Selang beberapa menit, datang seorang ibu-ibu yang datang dengan menggendong balitanya.

Tanpa ba bi bu, sang ibu yang diperkirakan sudah berumur setengah abad itu langsung berkata, “Hei, kamu gimana sekarang. Masih main CoC nggak? Ini aku lagi dapat tantangan baru loh. Terus istanaku sudah besar, tapi kemaren ada yang nyerang, nah ini aku sama grup ku mau siapkan serangan balik,” ucapnya sembari tersenyum lebar.

MasyaAllah, tidak terbayang bukan, bagaimana seorang ibu ternyata pecandu game? Tapi ini fakta. Dan, bicara Clash of Clans (CoC) nyaris penggenggam smartphone yang gemar game, pasti mengerti game perang yang disebut bergenre strategi ini.

Clash of Clans adalah sebuah game strategi di mana pemain membangun komunitas, melatih pasukan, dan menyerang pemain lain untuk mendapatkan emas, trofi ,elixir dan dark elixir, membangun pertahanan yang melindungi pemain dari serangan pemain lain, dan untuk melatih serta meningkatkan kemampuan maupun jumlah pasukan.

Seorang sahabat yang lain malah sempat melihat seorang suami istri yang sedang makan siang sedang asyik main video yang dikembangkan oleh Supercell ini.

Keduanya terlihat begitu asyik, sampai-sampai makan pun mereka tak begitu selera. Akibatnya, game yang pertama kali dikembangkan  di Helsinki, Finlandia ini benar-benar telah menjadi game yang melenakan nyaris semua umur.

Karena begitu populernya, CoC ini masuk dalam daftar berita beberapa media online, yang segenap perkembangan (update) dari game tersebut terus diwartakan. Saking hebatnya, game besutan supercell CoC itu sampai muncul berita yang menguraikan begini jadinya bila CoC ditutup.

Kehilangan Waktu

Sejauh wajar dan normal, bermain mungkin sah-sah saja. Sebab sudah naluriah manusia, yang butuh bermain. Tetapi, apakah iya, waktu, pikiran dan perasaan habis untuk game? Sampai-sampai kemana-mana bicara game dan dimana-mana terus main game?

Jika masih anak-anak, bermain terus mungkin masih dimaklumi. Tapi kalau umur sudah tidak muda, punya anak dan punya banyak tugas, apakah iya game itu harus terus diperhatikan?

Padahal waktu terus berlalu. Sementara game CoC harus selalu dimainkan. Lengah sedikit, base yang dibangun akan diserang musuh. Akhirnya waktu akan terus tergerus untuk bermain game dan bermain lagi.

Sekali waktu, cobalah untuk ingat bahwa sebagai Muslim, adakah sisi diri yang harus dikuatkan, ditingkatkan atau malah masih perlu dibiasakan. Soal membaca Al-Quran misalnya.

Jika mampu bermain game 6 jam sehari, mengapa tidak dengan membaca Quran? Katakan berat. Tetapi, mengapa tidak menyesal kehilangan waktu 6 jam setiap hari.

Coba hitung, jika sehari 6 jam, sepekan berarti 42 jam. Sebulan menjadi 168 jam habis untuk main game. Lantas bagaimana jika waktu sebanyak itu digunakan tadarus Quran, membaca buku atau menghadiri majelis ilmu?

Sadarkah diri kita bahwa waktu begitu cepat berlalu dan betapa diri telah banyak kehilangan waktu? Sebagai Muslim pemahaman Islam tidak bertambah sedang umur terus habis main game. Padahal, diri sudah 30, 40 dan bahkan mungkin 50 tahun. Tapi hal sia-sia masih sulit dihentikan dalam keseharian.

Jangan sampai kelak kita termasuk seperti yang Allah gambarkan di dalam Al-Quran.

كَأَنَّهُمْيَوْمَيَرَوْنَهَالَمْيَلْبَثُواإِلَّاعَشِيَّةًأَوْضُحَاهَا

“Pada hari mereka melihat hari berbangkit itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal (di dunia) melainkan (sebentar saja) di waktu sore atau pagi hari.” (QS. An-Nazi’at [51] : 46).

Oleh karena itu, sadarlah bahwa tidak ada yang paling berharga yang kita miliki setelah iman dan kesehatan selain waktu. Sangat tepat jika kemudian dikatakan waktu adalah kehidupan. Jadi, waktu bukan uang. Jadi, jangan lagi kehilangan waktu dengan melakukan kesia-siaan.

مِنْحُسْنإِسْلَامالْمَرْءتَرْكهمَالَايَعْنِيه

“Diantara baiknya keIslaman seseorang adalah ketika ia meninggalkan apa yang tidak bermanfaat baginya.” (HR. Ahmad, Tarmidzi dan Ibnu Majah).

Dan, kalau diri kita masih saja enggan meninggalkan hal sia-sia, remeh-temeh, maka selamanya kita akan berkutat dengan hal-hal remeh.

Syekh Abdullah Azzam pernah berkata:

إنلمتشغلنفسكبالكبائرشغلتهاالصغائر

“Jika Anda tidak menyibukkan diri dengan hal-hal yang besar, maka ia akan disibukkan dengan hal-hal yang remeh.”

Kerusakan Otak

Sebuah artikel menjelaskan bahwa orang yang main game 5 jam lebih per hari akan mengalami dampak negatif.

Dalam pandangan umum medis disebutkan bahwa otak selalu menerima informasi secara konstan, termasuk saat bermain game. Imajinasi visual yang ada di game akan masuk ke dalam otak, sehingga halusinasi dari hasil bermain game itu akan keluar dari otak. Jika ini terjadi pada anak-anak, maka ia akan semakin sulit membedakan mana game mana kehidupan.

Pernah seorang sahabat bercerita, bahwa suatu kali teman yang biasanya selalu menang kala bermain game mengalami kekalahan. Dan, ketika bermain lagi, kalah lagi. Akhirnya malam hari ia bermimpi main game dan kala tidur itu kakinya menendang-nendang seperti sedang main game dengan mulut terus berteriak, sehingga ia dimarahi oleh ayah ibunya.

Selain itu, otak akan sulit diajak memahami apa yang di luar game, sehingga wajar jika kemudian motivasi anak pecandu game sangat rendah saat sekolah. Termasuk banyaknya para orang tua yang gagal fokus alias teledor dalam banyak hal karena keasyikannya main game.

Revolusi Hidup

Lantas, bagaimana cara menjauhkan diri dari kecanduan game? Secara radikal kita harus ambil langkah konkret, yakni meninggalkannya dengan segera.

Seperti yang dialami oleh Manher (bukan nama sebenarnya), ia merasa dirinya tertipu game, karena setiap saat harus main CoC. Ditinggal sebentar sudah ada musuh yang menyerang. Memang asyik ada teman, koordinasi terus supaya clan-nya menang. Tetapi, sampai kapan clan dalam game itu akan menang, karena sedikit berhenti bermain, clan lain pasti nyerang.

Menyadari game itu akan terus menyita waktunya, ia pun memutuskan berhenti. “Aku main terus, baterai cepat habis, kuota internet juga gak sedikit disedot. Nah, ku pikir ini ngabisin uang juga rupanya. Gak ada cara lain, ku unistall game itu,” kisahnya.

Setelah berhenti bermain, Manher mengaku lebih tenang hidupnya. Ternyata ia sadar bahwa banyak waktu kosong yang bisa digunakan untuk meningkatkan kualitas dirinya. Sekarang Manher lebih memilih meningkatkan pemahaman dunia web ketimbang sibuk main game.

Selagi belum terlambat, ayuk sadar diri. Untuk apa main game terus? Bukankah jika waktu game itu digunakan untuk menambah kebaikan diri akan banyak hal positif yang kita dapatkan?

Seorang mentor penghafal Al-Quran berkata, bahwa jika seseorang mau membaca Al-Quran 3 juz saja, maka dalam 3 bulan ia akan sangat mudah untuk bisa menghafalkannya.

Nah kalau begitu,  kapan berhenti main game? Katakan, “Sekarang aku berhenti” itulah satu-satunya strategi menang melawan kendali CoC atas diri sendiri yang telah lama terbuai oleh strategi pemenangan ilutif. Sebab, pada kenyataannya pemain game justru kalah melawan diri sendiri .

Rep: Imam Nawawi
Editor: Cholis Akbar

0 on: "Saatnya Menghindar Diri dari Keranjingan Game COC"